Rabu, 21 Mei 2008

Mu’tazilah di Negeri Sampah

REPUBLIKA, 14 Pebruari 2004
Oleh: Agus Purwanto*)
 
Di pergantian tahun 2003-2004 lalu ada fenomena menarik yang mungkin lepas dari
perhatian banyak orang. Fenomena tersebut adalah maraknya tayangan ramal meramal di
beberapa stasiun televisi. Tayangan ini dan tayangan rutin semacam Dunia lain membuat
sebagian insan dari dunia pendidikan tercenung masygul dan sampai pada kesimpulan
Indonesia benar-benar tempat sampah!

Mengurai Sampah

Sedikitnya ada dua hal yang menuntun pada kesimpulan seperti itu. Pertama, pemahaman
dan praktik kebebasan, demokrasi dan HAM kita. Di Barat memang sangat bebas
termasuk berbeda pendapat serta perdebatan. Tetapi kebebasan yang kita ambil justru
kebebasan sampah seperti penampilan dan pose semi telanjang serta pergaulan bebas asal
suka sama suka. Fenomena paling aktual yaitu kriteria poligami bagi politisi busuk juga
merepresentasikan kebebasan sampah.

Di dalam berdemokrasi, dulu Jenderal AH Nasution (alm) pernah diminta menjadi
presiden menggantikan Soekarno tetapi beliau menolaknya. Alasannya sederhana, beliau
merasa bukan orang Jawa. Kini jangankan orang luar Jawa, orang nonmuslim pun maju
sebagai capres di negeri yang mayoritas muslim ini. Fenomena yang belum pernah terjadi
di negeri kampiun demokrasi Amerika sekalipun.

Konon, menghalangi kebebasan bergaul dan melarang warga negara apapun suku dan
agamanya menjadi capres berarti melanggar HAM. Kita pun mengambil HAM sampah,
dan kehilangan kearifan individu maupun kolektif.

Kedua, tayangan ramal meramal di televisi. Beberapa peramal yang ditampilkan adalah
warga Cina yang konon ahli feng shui. Menurut penulis menampilkan ramal meramal ala
Cina dan lainnya di saat masyarakat perlu dibangkitkan etos kerja dan kesadaran
ilmiahnya berarti menampilkan sisi sampah dari suatu tradisi. Banyak kebiasaan
masyarakat Cina yang lebih layak untuk ditayangkan dan disosialisasikan.

L.A. Marschall di dalam “The Supernova Story” menulis cukup lengkap hasil dari tradisi
begadang dan mengamati langit di Cina. Sejarah Cina mencatat setengah lusin pertama
bintang baru yang kini dikenal sebagai supernova, berturut-turut tahun 185, 386, 393,
1006, 1054, dan 1181. Pengamatan yang mendahului sejawatnya di Arab maupun Eropa.
Kini supernova diketahui mempunyai peran dalam menyibak rahasia alam semesta dan
menjadi obyek perburuan para ahli astrofisika.

Tradisi ilmiah hidup terus di Cina; Tsung Dao Lee, Chen Ning Yang dan Chien Shiung
Wu adalah contoh produknya. Dua nama pertama adalah pemenang hadiah nobel fisika
tahun 1957. Lee dan Yang masing-masing kelahiran Shanghai dan Hofei masih berusia
31 dan 35 tahun ketika menerima hadiah tersebut. Sedangkan nama ketiga merupakan
wanita penemu penyimpangan paritas dalam peluruhan beta.

Salah satu akselerator partikel besar dunia ada di Cina. BEPC (Beijing Electron Positron
Collider
) adalah kolider versi SLAC (Stanford Linear Accelerator Center) SPEAR yang
diupgrade. Akselerator ini menghasilkan sejumlah besar quark charm, lepton tau, dan
telah membuat pengukuran masa lepton tau.

Reputasi paling aktual dan sekaligus menjadi kebanggaan masyarakat Cina adalah
penerbangan ruang angkasa 15 Nopember 2003 lalu. Prestasi ini telah direkam dalam
video CD dengan judul Flying Dream Fulfilled dan sudah beredar di pasaran. CD ini
meneritakan 20 tahun perjalanan Cina mengejar impian dan ambisi mengarungi ruang
angkasa. Sen Zhou 5 dan awaknya Yang Li Wei meneguhkan Cina sebagai negara ketiga
yang sukses melakukan penerbangan ruang angkasa setelah Rusia dan Amerika.

Banyak tradisi dan semangat masyarakat Cina yang jauh lebih berguna ditampilkan di
negeri kita. Khususnya impian, ambisi serta usaha Cina untuk sejajar dengan negara-
negara maju lainnya. Jauh-jauh hari pun kita dipesan utlubil ilma walau bissin, tuntutlah
ilmu walau sampai di negeri bambu ini.

Perspektif Teologis

Belajar dari pengalaman negeri yang kini lebih maju dari kita seperti Cina, Jepang, Korea,
Malaysia, bahkan Vietnam, kata kuncinya adalah ilmu pengetahuan atau sains. Bangunan
sains kealaman khususnya didirikan di atas pondasi keteraturan jagad raya dan
penerimaan hukum kausalitas.

Namun, penerimaan prinsip kausalitas terkait erat dengan pandangan teologis. Teologi
merupakan bagian utama dari pandangan dunia (world view) yang melukiskan kaitan
antara Sang Pencipta dan yang dicipta. Itu sebabnya masalah pengembangan sains bukan
sekedar persoalan kapital melainkan juga persoalan teologis. Persisnya, efek dari
pandangan teologi.

Teologi atau ilmu kalam yang diajarkan di dunia islam termasuk Indonesia adalah aliran
Asy'ariyah atau sering disebut sebagai ahl sunnah wal jamaah. Padahal pandangan
Asy’ariyah cenderung berseberangan dengan landasan sains yang disebutkan di atas.
Aliran kalam lain yaitu Mu’tazilah cenderung berpandangan rasional liberal. Aliran ini
berpandangan bahwa alam bahkan Tuhan sendiri terikat oleh hukum alam yang tidak
berubah. Mu’tazilah berpandangan setiap benda mempunyai nature-nya sendiri,
menimbulkan efek tertentu dan tidak dapat menghasilkan efek lain. Api tidak
menghasilkan sesuatu kecuali panas, dan es tidak menghasilkan sesuatu kecuali dingin.
Dan, efek yang ditimbulkan oleh setiap benda bukan perbuatan Tuhan. Keseragaman
peristiwa alamiah itulah yang dikenal sebagai hukum kausalitas.

Abu al-Hasan al-Asy’ari yang mulanya pengikut Mu’tazilah tidak setuju ide nature dan
efeknya yang khas. Api tidak mempunyai sifat panas dan daya bakar, buktinya nabi
Ibrahim tidak hangus saat dibakar. Asy’ariyah juga menolak kausalitas; dan menurutnya
keseragaman peristiwa alamiah hanya penampakan dan tidak nyata dalam arti tidak
memiliki eksistensi obyektif. Sebab akibat tidak lebih dari sekedar kontruksi mental atau
kebiasaan dalam pikiran.

Asy’ariyah juga menolak pandangan Mu’tazilah tentang kehendak bebas dan daya
manusia. Ide ini difahami Asy’ariyah sebagai adanya pencipta (daya) selain Tuhan yang
pada gilirannya juga bermakna manusia tidak lagi berhajat kepada Tuhan. Dengan
demikian Mu’tazilah jatuh dalam kekafiran.

Mengenai perbuatan manusia, agar tidak seperti Mu’tazilah tetapi juga tidak jatuh pada
pandangan jabbariyah Asy’ariyah memperkenalkan ide al-kasb (perolehan). Al-kasb
merupakan perbuatan yang terletak di dalam lingkungan daya yang diciptakan, dan
diwujudkan dengan perantara daya yang diciptakan. Dengan demikian daya manusia
turut serta dalam perwujudan manusia, karenanya manusia tidak sepenuhnya pasif.
Konsep ini cukup sulit difahami orang kebanyakan dan simplifikasinya tetap membawa
pada ide fatalistik.

Asy’ariyah memang berangkat dari aksioma superioritas Tuhan. Kausalitas hanya akan
menurunkan peran dan derajat kesakralan Tuhan. Sikap ekstrim ini, menurut perenialis
Frithjof Schuon membawa pada paradoks dan absurditas. Menjadi hampa makna dan
absurd ketika Tuhan menjanjikan surga tetapi Dia dengan sewenang-wenang boleh
melanggarnya sebagaimana ide Asy’ariyah.

Schuon juga memperlihatkan argumen penolakan Asy’ariyah pada nature segala sesuatu
misalnya api yang panas dan membakar tertolak. Seandainya api tidak mempunyai nature
demikian maka Tuhan tidak akan memerintah api menjadi dingin (QS 21:69).

Pengalaman Fisika

Pandangan Mu’tazilah selaras dengan sains secara umum. Sungguhpun demikian,
penerimaan kausalitas dan Mu’tazilah tidak berarti harus membuang Asy’ariyah seperti
saat ini yaitu menerima Asy’ariyah tetapi mengkafirkan serta menolak Mu’tazilah.
Atomisme Asy’ariyah yang sepenuhnya berangkat dari teks kitab suci, orisinil dan unik.
Al-Baqillani menyatakan bahwa alam terdiri dari atom-atom yang tidak mempunyai
ukuran, homogen dan berjumlah berhingga. Meskipun tak berdimensi atom-atom terpadu
membentuk benda yang berdimensi. Atom-atom juga tercipta dan musnah seketika
karenanya tidak ada konsep jarak. Tuhan terus menerus mencipta (QS 30:11) atom-atom
dengan sifat yang sama selama Dia menginginkan benda yang sama. Ternyata gagasan
ini dekat dengan atomisme kuantum.

Mu’tazilah dan Asy’ariyah berseberangan tetapi keduanya juga menawarkan kebenaran.
Fisika dapat mendamaikan antara kausalitas yang mengikat Tuhan ala Mu’tazilah dan
penciptaan serta pemusnahan oleh kesewenang-wenangan Tuhan versi Asy’ariyah. Dunia
makroskopik memenuhi hukum kausalitas deterministik Newtonian sedangkan di dunia
mikro berlaku hukum probabilistik. Mekanika klasik tidak mampu mendiskripsikan
perilaku mikro sedangkan mekanika kuantum tidak efektif menjelaskan penampakan
makro. Keduanya dikaitkan oleh prinsip korespondensi Bohr, wilayah makro merupakan
limit ekstrim gambaran mikro.

Keduanya mampunyai domain berbeda, saling melengkapi dan dalam bahasa teologi
sama-sama memerlukan kehadiran aktor tunggal yaitu Tuhan. KemunculanNya saja yang
berbeda, pada wilayah makro muncul dalam bentuk sunnatullah yang tetap, sedangkan di
wilayah mikro dalam ketentuan yang tak dapat dipastikan kecuali kemungkinanNya.
Selanjutnya untuk mengejar ketertinggalan dalam banyak aspek kita perlu membuat
breakthrough ala Bacon yang sangat anti metafisika dan logika Aristotelian yang hanya
bertumpu pada silogisme dan menggantinya dengan metoda ilmiah yang bertumpu pada
eksperimen. Caranya, kita luruskan pemahaman teologi seperti uraian di depan dan
berhenti ramal-meramal ala paranormal dan sejenisnya yang sulit dikonfirmasi oleh akal
sehat.

Dalam keadaan seperti saat ini, pemilu depan kita tidak perlu memilih presiden tetapi
pengelola sampah. Kita butuh sosok yang memahami betul jenis, manajemen dan proses
daur ulang serta mau berkotor-kotor menangani sampah, baik demokrasi, kebebasan
maupun tradisi sampah. Tentu, agar negeri ini tidak menjadi keranjang sampah.

*) Pekerja LaFTiFA (Lab Fisika Teori dan Filsafat Alam) ITS dan mantan Vice-President
of Saijo-Hiroshima Moslem Association
.

Tidak ada komentar: