Selasa, 20 Mei 2008

Al-Qur'an: Sumber Inspirasi Ilmu Pengetahuan

REPUBLIKA, 12 Nopember 2003
Oleh: Agus Purwanto*)

“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia, penjelasann mengenai petunjuk itu dan pembeda …”
(QS 2:185)
.

Al-Qur’an bersama sunnah rasul saw merupakan dua pegangan utama ummat Islam
dalam mengarungi hidup di masa dan pasca kehidupan rasul saw. Mengingat fungsinya
yang demikian maka banyak karya tulis dibuat dalam rangka mempertahankan spirit dan
inti pesan agar tidak keluar konteks tetapi tetap sesuai dengan situasi ruang-waktu.

Berdasarkan kenyataan itu pula, kita perlu menguji pemahaman kita selama ini atas
pesan-pesan keduanya. Kini, kita hidup di era cyber, era TI, di era teknologi skala nano
(sepermilyar meter). Bahkan mungkin juga era angkasa luar setelah negeri dengan
penduduk terpadat di dunia yang konon tidak terlalu kaya berhasil meneguhkan dirinya
menjadi negara ketiga yang berhasil meluncurkan manusia ke ruang angkasa. Negeri itu
adalah Cina yang kita kenal dengan pesan “utlubil ilma walau bissin”. Cina mampu
meluncurkan pesawat ruang angkasa Shenzhou 5 berawak satu yakni Yang Liwei yang
berusia 38 tahun. Singkatnya, era ilmu pengetahuan yang bertumpu pada keruntutan
berfikir yang secara teologis lebih condong pada teologi Mu’tazilah yang selama ini
justru kita jauhi.

Bagaimana pesan al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan? Apa makna petunjuk dan
pembeda dalam konteks bangunan ilmu pengetahuan? Syekh Jauhari Thonthowi guru
besar universitas Kairo penulis kitab tafsir al-Jawahir membuka tafsirnya dengan
mengungkap fakta sekaligus menggugat ulama islam. Di dalam al-Qur’an hanya terdapat
sekitar 150 ayat hukum sementara ayat kauniyah lima kali lipatnya, yakni sekitar 750
ayat. Ulama islam telah mengerahkan sebagian besar waktu dan tenaganya untuk menulis
ribuan kitab fikih tetapi nyaris tidak satu pun buku tentang alam ditulis.

Jelas, selama ini kita terlalu berorientasi pada fiqih meskipun dalam praktek
kesehariannya amalan fiqih kita sangat amburadul. Kita perlu menyeimbangkan orientasi
dalam memahami dan menangkap pesan kitab suci dan sunnah rasul saw. Syair-syair
semisal al-fiqhu anfusu syaiin, fiqih adalah segalaanya atau fiqih adalah ilmu yang paling
berharga; idza maa’ tazza dzu ilmin bi ilmin fa ilmul fiqhi aula bi’ tizaazin, bila orang
berilmu mulia lantaran ilmunya maka ilmu fiqih membuatnya lebih mulia, perlu
didekontruksi maknanya. Kita kini berada di dalam kurun interdepedensi, saling
kebergantungan satu dengan yang lain tanpa harus merasa yang satu lebih dari yang lain,
tak terkecuali ilmu fiqih.

Kembali ke pertanyaan bagaimana pesan al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan. Jawabnya
sangat jelas, Allah akan meninggikan derajat orang beriman di antara kalian dan berilmu
(QS 58:11). Ringkasnya, kata kunci bagi kebangkitan islam yang didengung-dengungkan
sejak memasuki abad 15 hijriyah adalah iman dan ilmu. Tentu, yang dimaksud ilmu di
sini termasuk juga ilmu material seperti matematika, fisika, kimia, biologi, komputer dan
berbagai terapannya. Tanpa ilmu material ini kekuatan kita tidaklah maksimal dan tidak
akan mampu menembus bumi seperti yang dilakukan Jepang dalam membangun
laboratorium SuperKamiokande, pendeteksi neutrino, di kedalaman satu kilometer di
bawah permukaan bumi. Kita juga tak bakal mampu menembus langit seperti yang
dilakukan oleh para astronot Rusia, Amerika dan Cina meskipun kita telah hafal di luar
kepala teks al-Qur’an surat ar-Rahman ayat 33. Kekuatan kita tidak maksimal sebab sulit
disangkal bahwa knowledge is power.

Kunci berikutnya sebagai pedoman praktisnya adalah tradisi membaca dan berfikir kritis
sebagaimana surat yang pertama turun yaitu iqra’ bismirabbika alladi khalaq, khalaqal
insana min ‘alaq. Kita harus membangun tradisi membaca ayat-ayat tertulis maupun
ayat-ayat yang terhampar di jagad raya. Karena bangunan ilmu khususnya ilmu modern
sudah didirikan sejak enam abad lalu, kita tak perlu lagi membangun ilmu dari nol
dengan mengamati perilaku alam satu demi satu. Adalah cukup dengan menyimak secara
seksama apa yang telah dilakukan oleh Copernicus, Kepler, Newton, Laplace, Gauss,
Maxwell, Planck, Schrodinger, Feynman, Einstein, Hawking dan banyak lagi lainnya via
artikel atau uraiannya dalam berbagai buku teks. Buku-buku yang memuat ilmu-ilmu
yang telah dikembangkan para ilmuwan tersebut telah memenuhi perpustakaann besar di
seluruh dunia. Ilmunya telah menjadi milik semua orang tanpa kecuali. Persoalannya, kita
ingin memiliki dan menguasainya atau tidak. Atau sebaliknya, kita justru ingin
dikuasainya?

Setelah menguasai dan mengenali pondasi bangunan ilmu tersebut, kita mungkin melihat
adanya bagian-bagian yang perlu ditata ulang dan menjadikan al-Qur’an sebagai sumber
inspirasinya. Sebagai contoh, dalam tataran epistemologi, ilmu modern telah menolak
memasukkan wahyu sebagai sumber ilmu. Di sinilah kita dapat menyodorkan wahyu
sebagai salah satu sumber perolehan ilmu.

Ada contoh yang sangat menarik di dalam kitab suci berkaitan dengan ide wahyu sebagai
sumber irformasi ilmu di atas. Ada dua hewan kecil yang diabadikan menjadi nama surat
sekaligus kandungan ayatnya di dalam al-Qur’an. Hewan tersebut adalah lebah dan semut
Lebah atau an-Nahl menjadi nama surat ke-16 sedangkan semut (an-Naml) surat ke-27.
Keduanya dapat dijadikan starting point dalam riset biologi khususnya zoologi.
Keistimewaan lebah cukup jelas diuraikan di dalam surat an-Nahl ayat 68-69. Pertama,
Allah memberi wahyu kepada lebah agar membangun rumah-rumah mereka di gunung-
gunung dan pepohonan dan makan buah-buahan. Kedua, Allah menginformasikan bahwa
dari perut lebah keluar cairan yang dapat diminum dan berfungsi sebagai obat. Dari ayat-
ayat ini rahasia kelebihan dan keutamaan lebah relatif jelas dan mudah difahami.

Tetapi Allah menggunakan pendekatan lain ketika memaparkan keistimewaan semut.
Allah tidak menggunakan pendekatan apa adanya seperti kasus lebah melainkan
menggunakan pendekatan keindahan atau kekuatan bahasa Arab. Di dalam kasus lebah,
an-nahl menjadi nama surat sekaligus kata yang digunakan di ayat 68. Pengualangan kata
ini juga terjadi tetapi dalam pola yang berbeda dalam kasus semut. An-naml menjadi
nama surat dan bagian dari frasa di dalam ayat 18 yakni waadin namli, lembah semut.
Tetapi lanjutan ayat ini menggunakan istilah yang berbeda untuk semut yakni an-namlatu
bukan an-namlu. Kata an-namlatu berasal dari an-namlu dan mendapat tambahan huruf
ta’ marbutoh (ta’ bulat). Lanjutan ayat ini kembali menggunakan an-namlu sehingga bila
kita bariskan dari nama surat kemudian tiga kata semut di ayat 18 ini adalah an-namlu,
an-namlu, an-namlatu, an-namlu. Sedangkan untuk lebah, an-nahlu dan an-nahlu bukan
an-nahlu dan an-nahlatu. Apa artinya ini?

Ayat lain menyatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan tujuan (QS
44:38-39) dan ukuran tertentu (QS 25:2). Dengan demikian pemilihan kata an-namlu, an-
namlu, an-namlatu, an-namlu juga mempunyai tujuan. Tetapi tujuan apa? Kaidah bahasa
Arab mengatakan bahwa ta’ marbutoh adalah tanda isim muannats, kata benda feminin
atau kata benda berjenis perempuan. Penerapan kaidah ini menghasilkan terjemahan
“…telah berkata seekor semut betina …” yang belum pernah penulis temukan dalam al-
Qur’an terjemahan bahasa Indonesia. Semua hanya menerjemahkan dengan “…telah
berkata seekor semut …” tanpa tambahan kata betina.

Penerjemahan semut betina bagi an-namlatu memberi implikasi lebih lanjut yaitu bila
kita perhatikan kalimat lanjutannya yang berupa kalimat perintah (fi’il amr). Singkatnya
sang semut betina dalam keadaan sedang memberi instruksi kepada semut (jantan) yang
berjumlah banyak. Bila kasus ini kita personifikasi sejenak maka dapat dengan mudah
disimpulkan bahwa sang semut betina yang memberi instruksi tidak lain adalah pimpinan
komunitas semut. Artinya, menurut kaidah bahasa dan personifikasi, pimpinan semut
adalah ratu, ratu semut. Karena kesimpulan ini berasal dari interpretasi bukan informasi
langsung yakni kata al-malikatu (ratu) dalam ayat maka sementara kita ambil sebagai
hipotesis yang harus dibuktikan oleh penelitian lapangan.

Riset yang dilakukan oleh para biolog (Barat) memang membuktikan bahwa pimpinan
semut adalah ratu semut. Artinya, interpretasi linguistik dan personifikasi di atas absah
dan terbukti benar. Tetapi yang menjadi perhatian utama dalam pembahasan di sini
adalah bagaimana ayat kitab suci diolah dan dijadikan hipotesis suatu riset ilmiah yang
pada akhirnya melahirkan sebuah teori yang indah dan komprehensif.

Pertanyaan kritis lebih lanjut, semisal mengapa dipilih semut bukan nyamuk, kecoak,
cacing, orong-orong atau hewan kecil lainnya dapat diajukan. Jawabnya juga sudah
dikuak oleh para ilmuwan. Majalah Reader Diggest yang terbit di akhir dasawarsa 70-an
pernah menguraikan panjang lebar keistimewaan semut dibanding hewann lainnya.
Pertama, komunitas semut mempunyai sistem atau struktur kemasyarakatan lengkap
dengan pembagian tugasnya. Kedua, masyarakat semut mengenal sistem peperangan
kolektif. Artinya kelompok semut tertentu yang dipimpin seekor ratu semut dapat
berperang dengan komunitas semut yang dipimpin oleh ratu lainnya. Hewan lain
umumnya bertarung individu-individu. Ketiga, semut mengenal sistem perbudakan. Telur
sebagai harta benda utama dari pihak semut yang kalah perang akan dikuasai dan
diangkut oleh pihak semut pemenang. Telur-telur ini akan dijaga sampai menetas dan
bayi semut ini akan dijadikan budak-budak mereka yang menang. Keempat, semut
mengenal sistem peternakan. Pada daun pohon jambu, mangga, rambutan atau lainnya
kadang terdapat jamur putih lembut. Di sana ada hewan kecil berwarna putih yang
menghasilkan cairan manis. Semut tahu hewan ini malas berpindah karena itu semut
membantu memindahkannya ke tempat baru bila lahan di sekitar itu telah mulai tandus
dan setelah semut memerah cairannya setiap perioda waktu tertentu. Sampai saat ini
belum diketahui hewan lain yang mengenal sistem perbudakan dan peternakan. Kelima,
semut mengenal sistem navigasi yang baik.

Itulah salah satu contoh bagaimana ayat al-Qur’an dapat dijadikan sumber ilmu
pengetahuan dalam contoh ini biologi. Banyak ayat lainnya yang dapat dijadikan sumber
informasi ilmu seperti fisika, kimia dan lainnya selain fiqih yang telah ditulis dalam
ribuan buku. Persoalannya kini adalah perubahan orientasi seperti yang disinggung di
depan, dari yang sekedar fiqih ke oriantasi ayat kauniyah yang melahirkan sains eksakta
yang terbukti mampu menguasai dan mengendalikan peradaban dunia.

*) Pekerja LaFTiFA (Lab Fisika Teori dan Filsafat Alam)-ITS, mantan Vice-President of
Saijo-Hiroshima Moslem Association.

3 komentar:

tadi_wata mengatakan...

saya suka sekali om tulisaanya mengenai semut anda kupas lewat al quran. tapi ada yg jadi bahan tertawaan orang kristen, saat semut berbicara kepada kaumnya untuk menghindar dari nabi sulaiman yang akan lewat dijalan yang disitu sekumpulan semut sedang bergerombol. pertanyaan mereka bagaimana nabi sulaiman bisa tau kalau semut berbicara seperti itu? sedang kan frekwensi getaran komunikasi semut tidak akan mungkin smapai kenabi sulaiman. tolong om bisa beri penjelasan, tentang komunikasi semut? frekwensinya, taraf ukuran berapa dan jarak berapa bisa di terima sinyal getarannya? kalo di dengar oleh manusia sih menurut saya gak mungkin. karena semut tidak berbicara seperti manusia. mohon p[enjelasanya?

mr.iksan mengatakan...

minta ijin copy artikel untuk di posting di blog saya

Agus mengatakan...

monggo mas taufik. untuk mas tadi_wata, penjelasan simpelnya nabi sulaiman bukan manusia biasa, dan tidak semua nabi bisa begitu termasuk nabi Isa. saya tertarik justru pada rahasis tentang semutnya, apa keistimewaan semut sehingga diabadikan dalam kitab suci