Selasa, 13 Januari 2009

Pemilu ITS dan Kepemimpinan Riset

Surya, Senin 16 Oktober 2006

Agus Purwanto*)


ITS kembali menyelenggarakan pemilihan rektor periode 2007-2011. Tujuh dari 57 staf dosen yang memenuhi persyaratan administratif maju sebagai calon rektor (carek). Doktor berpangkat lektor kepala dan pernah jadi pejabat jurusan atau guru besar adalah syarat minimum carek. Ada beberapa catatan yang perlu diberikan di sekitar kepemimpinan ITS dan dunia akademik secara umum.
Sejak 2003 ITS dipimpin oleh orang-orang muda. Dari empat petinggi, rektor dan tiga pembantunya hanya pembantu rektor bidang akademik yang berusia di atas 50 lainnya 40 tahun awal. Para pimpinan baru ITS bagai berlomba mewujudkan adagium life begins at fourty. Hasilnya, beberapa fasilitas olah raga, gedung, taman dan jalan baru dibangun. ITS jadi tampak tidak kumuh. 
Obsesi pimpinan ITS yang menyolok adalah membuat ITS dikenal lebih luas termasuk oleh komunitas internasional. Sebagai realisasi, rektor sering muncul dalam wawancara di media cetak, bahkan suatu waktu muncul di radio BBC. Dosen yang menulis di media massa atau jurnal internasional diberi insentif. Tokoh bisnis Hermawan Kertajaya diundang sebagai narasumber dalam diskusi umum bertema ITS Menuju Perguruan Tinggi KelasInternasional. 
Dalam setiap peringatan dies natalis, ITS mengundang orang-orang terkenal seperti Emha Ainun Najib, Thontowi Yahya dan Ki Anom Suroto. Bahkan, dies juga pernah diisi istighotsah yang dikemas dalam tema dzikir ketentraman dan diikuti ribuan jamaah dari luar ITS.
Masih dalam upaya opini building. Tahun lalu, rektor ITS maju dalam pemilihan Ketua ICMI pusat. Rektor juga aktif melakukan lobi. Hasilnya ITS mendapat jatah mahasiswa asing dan mahasiswa titipan serta ada staf ITS yang menjadi sekretaris atase kebudayan di salah satu negara di Eropa. Untuk mendapatkan dana tambahan, ITS juga menerima mahasiswa baru melalui jalur kemitraan.
Mahasiswa didorong dan difasilitasi untuk tampil dalam berbagai lomba ilmiah nasional maupun internasional. Robotika dan kapal menjadi andalan ITS. Untuk memacu aktivitas ini terkadang pembantu rektor bahkan rektor sendiri menemani mahasiswa misalnya selama lomba robotika. 
Meskipun demikian, keberhasilan tersebut tetap mendapat kritik seperti yang muncul ketika temu kenal carek. Pembangunan fasilitas pendukung memang sangat mengesankan tetapi sayang mahasiswa harus selalu antri beberapa praktikum karena fasilitas laboratorium yang sangat terbatas. Mahasiswa baru menjalani praktikum yang tidak sesuai dengan materi kuliah yang sedang dijalani. Sebabnya sederhana, tidak ada anggaran bagi penyediaan peralatan laboratorium yang semestinya. 
Agenda Mendatang
Masalah yang belum teratasi adalah jumlah mata kuliah pilihan yang terlalu banyak dan menejemen ruang kuliah. Mata kuliah terlalu banyak disebabkan tidak dimungkinkannya mahasiswa mengambil mata kuliah pilihan di jurusan lain. Padahal pola kuliah lintas jurusan ini sudah lazim misalnya di ITB juga di luar negeri. 
Akibat jumlah besar ini, selain kesulitan mendapat ruang kuliah, beban mengajar seorang dosen menjadi terlalu besar yang berakibat mengurangi perannya yang lebih serius yakni riset. Sebagai contoh, penulis semester ini harus mengampu 15 SKS sedangkan yunior yang baru selesai program master mendapat 12 SKS. 
Ruang kuliah juga menjadi persoalan di ITS. Para dosen cukup sulit mendapatkan ruang bila ingin memberi kuliah atau ujian tambahan yang di luar jadwal resmi meski banyak ruang kosong. Padahal ketika penulis masih mahasiswa S1 dan 3 tahun menjadi asisten kuliah tidak pernah menemui kesulitan bila hendak memberi kuliah asistensi. 
Persoalan yang tidak kalah serius adalah dipertahankannya pandangan lama bahwa FMIPA didirikan untuk melayani jurusan teknik. Pandangan ini bermuara pada ketidakadilan dan eksploitasi ITS kepada FMIPA. 
Selama ini FMIPA diminta menangani perkuliahan program D3 di beberapa jurusan di fakultas teknik padahal program tersebut adalah program lokal jurusan bersangkutan. Kerja dapat tapi rewardnya tidak memadai, konon katanya karena memang bagian dari tugas layanan FMIPA. 
Demikian pula terhadap operasionalisasi program kemitraan yang bahan bakunya cukup parah. Dosen-dosen FMIPA harus bekerja ekstra keras untuk membantu program kemitraan. Bila tidak, separoh lebih mahasiswa baru ITS bisa rontok sebagai mahasiswa di tahun pertama, atau setidaknya tiga per empat mahasiswa baru harus tidak lulus fisika dan matematika dasar. Falsafah melayani jurusan teknik sudah tidak sesuai dengan zeitgeist (semangat jaman) yakni kesetaraan dan interdependensi. 
Pimpinan baru ITS harus mampu mengatasi masalah-masalah tersebut agar perkuliahan menjadi efektif. Bila tidak, international recognition akan menjadi jauh panggang dari api. 
Kepemimpinan Riset
Menurut penulis, ITS telah salah kaprah ketika mengundang Hermawan Kertajaya untuk memberi resep agar ITS menjadi PT level internasional. ITS adalah lembaga pendidikan tinggi dan idealnya juga (harus) lembaga riset. Karena itu, international recognition otomatis terpenuhi jika dan hanya jika ITS mempunyai produk orisinil dari riset yang dapat muncul dalam dua bentuk yaitu patent atau publikasi di jurnal internasional.
Apa yang dilakukan pimpinan ITS selama ini termasuk partisipasi dalam lomba robot internasional hanyalah sarana antara dan bukan hal yang utama serta fundamental dari dunia riset. Ujung tombak lembaga riset adalah laboratorium. Karena itu, untuk melangkah dan mencapai level internasional pimpinan ITS harus mengajak bicara para ketua laboratorium. Apa rencana setiap laboratorium dan apa masalahnya.
Lebih lanjut, ukuran keberhasilan para staf khususnya yang sudah doktor atau guru besar juga dua hal tersebut, bukan jabatan struktural. Posisi sekretaris dan ketua jurusan, dekan, rektor dan para pembantunya ke depan harus dipegang oleh orang tua yang peak performance sudah klimaks alias produktivitas risetnya sudah turun. Kisaran usia untuk pejabat struktural idealnya adalah di atas 50 tahun. Staf di bawah usia itu harus diberi kesempatan dan difasilitasi untuk riset sampai menghasilkan karya-karya orisinil. 
Ada pengalaman menarik di sekitar kepemimpinan riset ini. Tahun 1997 saat penulis masuk universitas Hiroshima (UH) Profesor Taizo Muta (TM) sedang menjadi dekan Graduate School of Science UH. Setiap mahasiswa fisika yang menekuni Kromodinamika Kuantum tahu nama TM dari publikasinya tentang skema renormalisasi medan di tahun 1978. Tetapi sejak jadi dekan TM sering dirasani karena kurang produktif, kualitas publikasi dan tidak pernah berkumpul dengan komunitas sebidang.
Rasan-rasan minor menguat menjelang TM pensiun dan maju sebagai carek UH tahun 2000. Padahal saat itu, TM merupakan professor di UH yang publikasinya paling banyak dikutip yakni sampai 904 kali. TM menjadi rektor UH pada tahun 2001 di usia 65 tahun yakni menjelang masa pensiunnya dan terpilih untuk kedua kalinya pada tahun 2004. 
Pelajaran yang bisa diambil dari cerita TM yang sempat satu tahun menjadi supervisor penulis adalah TM maju menjadi birokrat setelah merasa tidak produktif dalam riset. 
Saat penulis berkunjung ke UH sebagai Visiting Profesor Pebruari-Maret lalu TM bercerita bahwa misinya kini adalah menjadikan UH terkenal. TM menolak saya undang sebagai pembicara dalam lokakarya fisika teori yang akan diadakan tahun depan di ITS dengan alasan sudah tidak berkecimpung di fisika. Artinya, ia tahu diri. 
Bagi para carek ITS, selamat berkompetisi untuk menjadi rektor. Kini saatnya memikirkan, mengatur dan melengkapi hal-hal yang substansial bagi tradisi ilmiah dan aktivitas riset. Mahasiswa sudah membayar mahal, mereka punya hak untuk mendapat pelayanan pendidikan yang benar dan memadai. 
Para staf muda yang masih produktif dalam riset juga harus didukung dan difasilitasi. Jangan biarkan mereka mati muda sebagai ilmuwan, dan jangan beri peluang untuk berfikir hijrah ke negeri tetangga seperti Malaysia karena di sana difasilitasi penuh. Merekalah yang akan menghasilkan publikasi atau patent yang selanjutnya membuat ITS diakui eksistensinya oleh komunitas ilmiah internasional. 



Tidak ada komentar: