Senin, 29 Agustus 2011

DISALAHKAN : "TAKDIR SEJARAH MUHAMMADIYAH"


Sejak kemarin saya diminta seorang sahabat untuk membaca tulisan Prof Thomas Jamaluddin tentang pandangan beliau atas hisab Muhammadiyah
karena saya di kampung agak jauh dari akses internet maka saya nunggu balik Surabaya
tetapi di KA saya pun juga digempur atas hisab Muhammadiyah
saya coba beri pandangan tentang hisab dan kriteria yang digunakan Muhammadiyah
(tentu ini versi saya pribadi)
1. hisab Muhammadiyah, NU, dan Persis sekarang telah relatif sama yakni sistem ephemeris makanya hasilnya juga sama
Hilal dengan markaz tanjung kodok Lamongan Jatim akan memberi angka sama meski dihitung oleh orang Banda Aceh
2. Perbedaan ada di kriteria, imkanur rukyat dan wujudul hilal
imkanurrukyat adalah jalan tengah hisab dan rukyat dalam arti visibilitas atau batas minimum hilal dapat dilihat
wujudul hilal dalam teori ilmiah sebenarnya merupakan keadaan khusus dari imkanurrukyat yakni NOL derajat
nah, wujudul hilal bukan lagi hilal dapat dilihat tetapi hilal telah eksis meski tidak dapat dilihat
kriteria imkanurrukyat sendiri cukup variatif dan dinamis
dalam arti banyak angka (untuk tingkat internasional) dan terus berubah
karena belum pastinya angka visibilitas ini (yang sekarang 2 derajat) maka Muhammadiyah berfikir ulang tentang angka ini termasuk esensi hisab
dengan hisab orang dapat melakukan lompatan
1. tidak terpaku dengan kriteria rukyat, karena visibilitas adalah keniscayaan rukyat
2. eksistensi hilal dapat diidentifikasi/diketahui meski tidak dapat dilihat
3. kalender dapat dibuat (dengan rukyat kalender hijriyah tidak dapat dilihat)
4. dengan berbagai kriterianya maka kapan awal bulan dapat ditentukan jauh sebelumnya jadi tidak fair dan tidak adil juga kalau di sidang itsbat (2( Agutsus 2011) ada yang meminta agar awal bulan tidak segera diumumkan
jadi jika disebutkan kriteria hisab Muhammadiyah usang, agak berlebihan dan emosional
kalau wujudul hilal tidak dapat dilihat (yang kurang dari 2) memang ya/benar, tetapi sekali lagi Muhammadiyah tidak merasa perlu (sepengetahuan saya sebagai salah seorang tim hisab Muhammadiyah) untuk dapat melihat hilal tetapi memastikan hilal telah wujud/eksis.
di sinilah pokok perbedaannya.
Masalah aktual idhul fitri 1432 Muhammadiyah jatuh 30 Agustus 2011 dan disalahkan sekelompok orang, memang seolah seperti takdir sejarah Muhammadiyah lahir untuk disalahkan.
Perhatikan saja
dulu, di awal abad 20 ketika Muhammadiyah mengadopsi sistem pendidikan umum Muhammadiyah divonis kafir karena meniru caraa Belanda
dulu juga, Muhammadiyah dituduh mendirikan agama baru ketika kyai Ahmad Dahlan meluruskan arah kiblat.
sekarang, Muhammadiyah diklaim karepe dewe karena tidak sama dengan mainstream
Umat harus dididik, segala sesuatu harus dijelaskan apa adanya secara jujur
sidang itsbat sendiri ada masalah
dengan hisab kita tahu bahwa hilal 29 Agustus 2011 antara 1 dan 2 derajat
dengan kriteria imkanur rukyat 2 derajat maka jika ada pengakuan berhasil merukyat maka akan ditolak seperti tadi (Cakung, Jepara)
nah, jika telah jelas ditolak maka mestinya kita tidak perlu melakukan rukyat karena sia2
untuk apa sekian ratus atau bahkan sekian ribu orang berbondongg merukyat tetapi kemudian hasilnya ditolak jika mengaku berhasil merukyat
mereka khan juga mengeluarkan biaya
ini juga perlu dijekaskan kepada umat
karena sudah tahu, kesaksian ditolak, yang berarti 1 syawwal 1432 adalah 31 Agustus 2011
maka mestinya juga tidak perlu sidang itsbat
informasikan jauh sebelumnya
ada berapa puluh orang bersidang, tentu ini memerlukan biaya
kemubaziran juga harus dihindari di dalam Islam
sidang itsbat juga bukan sidang politik
semua harus dijelaskan secara jernih, jujur dan apa adanya
Fastabiqul khairat
Salam
Agus Purwanto
LaFTiFA ITS

8 komentar:

Abdulkhamil mengatakan...

Mas kami numpang copas tulisan ini di website Pemuda Muhammadiyah Jember: http://pdpmjember.or.id

etet1140 mengatakan...

Tulisan yg mencerahkan, terimakasih, selamat iedulfitri, ikut share mas.

Anonim mengatakan...

Tulisan yg mencerahkan

Yaumil kantin

karijal mengatakan...

Pendapat yang mencerahkan. Hatur nuhun

Raden Arum Setia mengatakan...

Saya setuju dengan pendapat anda, pak Agus Purwanto. Insya Allah, bekerja sama dengan Majlis Tarjih, kami Majlis Pustaka & Informasi berencana mengadakan pelatihan ilmu falakiyah berbantuan komputer. Siapa saja ahli falaq yang bisa menjadi nara sumber kegiatan tersebut? Salam dari pak Arum, Ketua MPI PWM Lampung.

fauzi mengatakan...

wahh tetangga saya saja yang tidak tahu raukyat dan hisab, pada waktu rabu malam 31 agts, 1 syawal malam versi pemerintah, bilang bulan y ko tinggi sekali seperti tidak tanggal 1 syawal saja

Candra Kurniawan mengatakan...

sepengalaman dengan sdr. Uzzy. Bahkan bulan purnama sudah terjadi tanggal 12 sept kemarin...lalu mengapa kriteria hisab dengan menggunakan Bulan Purnama blm diterapkan juga Pak. Kalau sebagai bagian dari Tim Hisab Muhammadiyah, bukankah bisa dijadikan acuan apakah metode yang Bapak perkenalkan tersebut (full moon phase) valid atau tidak?

Rahmat Febrianto mengatakan...

Pak, sebenarnya tulisan ini sangat membantu pemahaman orang banyak, termasuk saya tentang masalah metodologi penentuan awal bulan ini. Namun, kalau boleh saya mengkritik, tulisan bapak sangat sulit dipahami untuk dibaca sekali lalu. Misalnya, saya tidak tahu di mana harus berhenti karena tidak ada tanda baca sama sekali. Jadinya saya seperti membaca dalam satu nafas saja. Karena tulisan ini pasti dibaca orang banyak, mungkin ada baiknya diedit lagi, setidaknya tanda baca tadi. Sekali lagi, maaf kalau saya mengkritik begini.