Minggu, 27 Februari 2011

Integrasi Islam dan Sains*)


Agus Purwanto, DSc.
Pendahuluan
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) adalah anak kandung dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang keberadaannya selalu di ibukota propinsi. Sebelum STAIN lahir hampir semua, tepatnya 14 IAIN yang ada pada saat itu memiliki cabang dan kelas-kelas jauh yang didirikan di kota-kota kecil. Tujuan diadakannya cabang atau kelas jauh ini adalah memberi layanan pendidikan tinggi yang lebih luas terhadap masyarakat muslim yang jauh dari kota propinsi.
Kehadiran sejumlah IAIN cabang di kota-kota kecil ini dapat menampung lebih banyak mahasiswa dari daerah, tetapi di sisi lain menimbulkan kendala, terutama yang berkaitan dengan aspek-aspek manajerial pada tingkat IAIN induk. Menyadari hal ini maka muncullah wacana untuk melakukan rasionalisasi organisasi. Puncak dari upaya rasionalisasi organisasi ini, ialah dilepasnya sekitar 40 fakultas cabang IAIN menjadi 36 STAIN yang berdiri sendiri pada 1997, di luar 14 IAIN yang ada berdasarkan Keputusan Presiden no 11 Tahun 1997. Dalam SK tersebut disebutkan bahwa pembinaan STAIN secara teknis akademis dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan pembinaan secara fungsional dilakukan oleh Menteri Agama.
Berdirinya 36 STAIN menandai babak baru perguruan tinggi Islam. Studi Islam di daerah-daerah semakin berkembang berkembang dan lebih mandiri. Dampak lain dari pendirian STAIN ialah bahwa kurikulum IAIN sejak 1997 ternyata telah diatur dan diperlakukan seperti STAIN, khususnya dalam pengelompokan mata kuliah.
Pada tahun 2000 perkembangan terus berlangsung secara signifikan. IAIN Syarif Hidayatullah mendapat rekomendasi pemerintah dengan ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 4/U/KB/2001 dan Menteri Agama RI Nomor 500/2001 tanggal 21 Nopember 2001 untuk menjadi universitas. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional melalui suratnya Nomor 088796/MPN/2001 tanggal 22 Nopember 2001 memberikan rekomendasi dibukanya 12 program studi yang meliputi program studi ilmu sosial dan eksakta. Setelah melalui tahapan demi tahapan, akhirnya keluar Keputusan Presiden Nomor 031 tanggal 20 Mei Tahun 2002 tentang Perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Perubahan serupa juga terjadi di Yogjakarta. IAIN Sunan Kalijaga bertransformasi menjadi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama Nomor 01/0/SKB/2004 dan Nomor ND/B.V/I/Hk.001/058/04 Tanggal 23 Januari 2004, yang diperkuat lagi dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2004 Tanggal 21 Juni 2004.
Perubahan tidak berhenti di dua IAIN tertua dan terbesar ini. STAIN Malang yang mulanya merupakan IAIN Sunan Ampel cabang Malang setelah sempat menjadi STAIN akhirnya juga bertransformasi menjadi Universitas Islam Negeri Malik Maulana Ibrahim. Sementara induknya, IAIN Sunan Ampel Surabaya masih tetap sebagai IAIN dan tidak mengalami perubahan berarti. IAIN Alauddin Makassar yang dulunya merupakan fakultas cabang IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kini menjadi Uiversitas Islam Negeri Alauddin.
Perubahan paling terasa dari IAIN menjadi STAIN dan UIN adalah dibukanya fakultas dan jurusan bidang eksakta di lembaga ini. Fakultas Sains dan Teknologi terdapat di keempat UIN tersebut di atas, sedangkan fakultas kedokteran terdapat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pertanyaan yang mengemuka di kalangan internal institusi maupun di kalangan eksternal masyarakat luas khususnya calon pengguna jasa lembaga ini adalah apa perbedaan utama fakultas dan jurusan baru ini dari fakultas dan jurusan yang sama di institusi non STAIN-UIN.
Pertanyaan inilah yang harus dijawab oleh pihak internal STAIN-UIN. Kelahiran STAIN-UIN tentu bukan sekedar menambah fakultas dan jurusan eksakta yang telah ada di PTN-PTS non STAIN-UIN atau agar lulusannya juga diterima di kompetisi pasar bebas. Tujuannya harus lebih jauh dari sekedar tujuan pragmatis-ekonomis melainkan juga harus menyentuh pada tujuan filosofis-ideologis. Jawaban ini harus terumuskan dalam kurikulum yang merupakan jantung dari lembaga pendidikan.
Pengajaran Holistik
Sains dan teknologi yang berkembang pesat saat ini lebih dikenal sebagai produk dari peradaban Barat yang sekuler. Karena itu, sains dan teknologi saat ini tidak bisa dilepaskan dari tata nilai Barat yang khas yakni tata nilai materialis-ateistik. Kita tahu bahwa Barat bangkit setelah dijembatani oleh Islam tetapi tumbuh dan berkembangnya Barat mempunyai spirit yang berbeda secara mendasar dari spirit Islam. Barat mempunyai spirit memberontak terhadap gereja dan doktrin-doktrin agama serta wahyu.
Kelahiran fakultas sains dan teknologi di STAIN-UIN harus menjawab secara khusus tantangan tersebut agar berbeda dari fakultas yang sama di PT non STAIN-UIN. Islam adalah kata yang lengket pada STAIN-UIN, tanpa Islam STAIN-UIN pasti bubar. Karena di dalam kebijakannya, STAIN-UIN memasukkan bidang sains dan teknologi yang selama ini berada di luar sebagai bidang garapnya maka STAIN-UIN harus mendiskripsikan terlebih dahulu hubungan antara sains dan Islam.
Interaksi antara sains dan Islam memberikan tiga pola hubungan antara keduanya yaitu islamisasi sains, saintifikasi Islam dan sains Islam. Sains telah tumbuh dan berkembang sedemikian rupa, ibarat manusia ia telah lahir dan tumbuh menjadi besar dan dewasa. Sains modern lahir dari rahim peradaban Barat yang menyangkal eksistensi dan peran Tuhan di dalam tatanan penyelanggaraan jagat raya. Sebagai anak kandung dari ibu peradaban yang anti Tuhan maka sains juga ditengarai bersifat anti Tuhan. Ketika sang anak ini bertemu dan berinteraksi dengan Islam maka kewajiban Islam untuk mengajaknya kembali memahami dan berkhidmat kepada Tuhan. Inilah ilustrasi bagi islamisasi sains.
Pada saat yang sama, ketika sains bertemu dan berinteraksi dengan Islam ternyata keduanya berpenampilan sangat kontras. Sains sangat trendi dan memenuhi cita rasa kemoderenan karena ia memang produk dan anak kandung peradaban modern. Sebaliknya, Islam tampil dengan wajah kumuh dan seolah anti kemajuan. Upaya menanmpilkan Islam yang selaras dengan cita rasa dan pola pikir modern merupakan gambaran dari saintifikasi Islam.
Selain kedua upaya yang tampak artifisial tersebut juga terdapat upaya serius yakni membangun sains Islam, sains dengan paradigma baru, sains non-positivistik, atau sains holistik yang sejak awal dibangun di atas pondasi wahyu. Seperti telah disinggung di depan Barat dengan sains-nya tumbuh dan berkembang dengan spirit memberontak doktrin-doktrin agama dan menolak wahyu sebagai pondasi bangunannya.
Rekonstruksi atas ketiga pola dan upaya memadukan sains dan Islam memerlukan pengetahuan minimum atas pokok-pokok ajaran Islam, bahasa Arab dengan nahwu-sharafnya, filsafat ilmu. Pokok-pokok ajaran Islam terkandung dalam doktrin tauhid laa ilaaha illallah yang terjabarkan dalam arkanul islam dan arkanul iman. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan tidak boleh menyimpang dari prinsip ini. Filsafat ilmu diperlukan untuk memahami seluk beluk dan detil bukan sekedar sisi praktis dan pragmatisnya melainkan juga pondasi filosofis ilmu pengetahuan. Pokok-pokok ajaran Islam dan filsafat ilmu dibutuhkan untuk memahami upaya ketiga relasional sains dan Islam.
Ketiga upaya di depan khsususnya upaya terakhir, membangun sains Islam selain memerlukan dua pengetahuan minimum di depan juga memerlukan pengetahuan yang memadai tentang al-Quran dan bahasa Arabnya khsususnya nahwu-sharaf. Aspek ontologi dan aksiologi telah inheren di dalam diri muslim, karena itu secara efektif bangunan sains Islam berbeda pada tataran epistelogi dari sains yang berkembang saat ini. Aspek epistemologi bangunan sains Islam juga menerima wahyu sebagai sumber informasi. Karena wahyu terkandung di dalam kitab suci al-Quran yang berbahasa Arab maka pemahaman bahasa Arab dengan nahwu-sharafnya tidak dapat dihindari.
Selain harus mengandung subyek filosofis muatan bahan ajar STAIN-UIN juga harus mengandung subyek praktis-pragmatis yang sesuai dengan peribadatan dan hidup keseharian muslim. Subyek tersebut adalah ilmu falak yang di dalamnya terdiri dari pengetahuan dan penentuan arah kiblat, awal waktu shalat dan awal bulan qamariyah. Ilmu falak juga dapat dikembangkan sebagai laboratorium alternatif yang unik karena berbeda dari laboratrium konvensional, laboratorium falak dapat memadukan intelektualitas dan spiritualitas.
Al-Quran: Bumi Bundar
Sebagai ilustrasi pentingnya bahasa Arab dalam memahami teks tentang fenomena alam. Di dalam al-Quran terdapat delapan ayat dengan kata masyriq مشرق, tujuh di antaranya berpasangan dengan maghrib مغرب, dan hanya satu ayat yang tanpa pasangan maghrib. Kata masyriq muncul dalam bentuk isim tunggal, dua dan jamak. Dalam redaksional berpasangan, kata masyriq selalu muncul lebih dulu dari maghrib.
رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلًا
Tuhan timur dan barat, tiada Tuhan melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai Pelindung. (QS al-Muzammil 73:9)
قَالَ رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
Musa berkata: "Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya, jika kamu berfikir". (QS asy-Syu’araa 26:28)
فَلَا أُقْسِمُ بِرَبِّ الْمَشَارِقِ وَالْمَغَارِبِ إِنَّا لَقَادِرُونَ
Maka Aku bersumpah dengan Tuhan timur dan barat, Sesungguhnya Kami benar-benar Mahakuasa. (QS al-Ma’arij 70:40)
Di ketiga ayat di depan, al-masyriq dan al-maghrib berposisi sebagai mudhaf ilaih dan dihubungkan dengan dengan huruf athaf حرف عطف yaitu wawu وَ. Mudhaf-nya adalah rabbun-arbaabun رَبٌّ ج أرْبَابٌ yang merupakan isim mashdar yaitu rabba-yarubbu-rabban رَبَّ- يَرُبُّ- رَبًّا mengasuh, memimpin. Rabbun berarti Tuhan, tuan, yang mengasuh, yang memelihara atau yang memiliki.
Al-masyriq dan al-maghrib adalah isim waktu dan tempat إسم الزمان والمكان. Pertama, masyriqun-masyaariqun مشرق ج مشارق dari syaraqa-yasyruqu-syarqan-syuruuqan شرق- يشرق- شرقا- شروقا terbit; masyriqun berarti tempat atau waktu terbit. Kedua maghribun-maghaaribun مغرب ج مغارب dari gharaba-yaghribu-ghuruuban غرب- يغرب-غروبا terbenam, tenggelam, lenyap; maghribun berarti tempat dan waktu terbenam )matahari(. Sebagai isim waktu, masyriqun berarti waktu fajar (sunrise), sedangkan maghribun berarti saat maghrib. Sebagai isim tempat, masyriqun berarti timur, sedangkan maghribun berarti barat atau negeri Afrika.
Dengan demikian, رب المشرق والمغرب dapat diartikan sebagai Tuhan penjaga fajar dan maghrib, Tuhan pemelihara tempat terbit dan tempat terbenam Matahari, atau Tuhan timur dan barat. Pemahaman pemilik atau yang memiliki waktu atau tempat terbit dan terbenam muncul secara eksplisit dua kali
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kepunyaan Allah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui. (QS al-Baqarah 2:115)
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka dari kiblatnya yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus". (QS al-Baqarah 2:142)
Hal yang perlu mendapat perhatian adalah kenyataan bahwa al-masyriq selalu dipasangkan dengan al-maghrib dengan redaksi al-masyriq disebut terlebih dahulu dibanding al-maghrib. Kenyataan ini meneguhkan alur waktu kehidupan dan aktivitas manusia secara umum yang dimulai ketika bangun tidur di kisaran Matahari terbit sampai saat manusia bersiap istirahat di waktu maghrib, bukan sebaliknya.
Pemahaman demikian merupakan pemahaman alamiah, dalam arti sesuatu dimulai saat kelahiran atau kemuculan dan diakhiri saat kepergian. Kemunculan Matahari menandai awal waktu yang disebut siang hari dan diakhiri saat terbenamnya. Siang dan malam membetuk siklus tetapi dalam kasus ini alur waktu siang memperoleh perhatian khusus. Pemahaman ini diisyaratkan oleh surat asy-Syu’araa 28, ada sesuatu di antara masyriq dan maghrib bagi orang yang berfikir. Apa itu?
Masyriq dan maghrib, timur dan barat telah menjadi hal yang lumrah bagi kebanyakan orang. Tidak ada yang istimewa. Tetapi al-Quran menyentak kesadaran kita melalui surat ar-Rahman 55 dengan tidak menggunakan redaksi al-masyriq wa al-maghrib. Al-masyriq dan al-maghrib terpisah tetapi masih sebagai mudhaf ilaih dan tidak berbentuk isim tunggal melainkan isim dua.
رَبُّ الْمَشْرِقَيْنِ وَرَبُّ الْمَغْرِبَيْنِ
Al-masyriqaini المشرقين dua tempat terbit atau dua timur; dan al-maghribaini, المغربين dua tempat terbenam atau dua barat. Dengan demikian, surat ar-Rahman 55 juga dapat diartikan “Tuhan dua timur dan Tuhan dua barat”
Apa itu dua tempat terbit, dua timur dan dua tempat terbenam, dua barat? Di ayat yang lain, al-masyriq tidak muncul berpasangan dengan al-maghrib dan muncul dalam bentuk jamak (taksir) al-masyaariq.
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَرَبُّ الْمَشَارِقِ
Tuhan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya dan Tuhan tempat-tempat terbit Matahari. (QS ash-Shaaffat 37:5)
Menariknya, selain muncul dalam bentuk jamak dan tidak berpasangan, ayat ini didahului oleh langit, Bumi dan sesuatu di antara keduanya. Artinya, ada kaitan antara tempat dan waktu terbit matahari dengan Bumi dan langit dengan isinya.
Dalam redaksi isim tunggal, al-masyriq wa al-maghrib dapat dipahami sebagai hubungan satu-satu antara tempat terbit dan tempat terbenam Matahari, tidak peduli posisi terbit dan terbenam di mana, akan memberi arah timur-barat tunggal dan tertentu.


Gambar 1 Arah Timur-Barat Tunggal
Tetapi keadaan menjadi lain bila digunakan redaksi isim dua atau jamak berpasangan, arah timur barat menjadi tidak menentu. Ada banyak pilihan arah timur-barat seperti gambar berikut.


Gambar 2 Empat Arah Timur-Barat Yang Mungkin
Saudi Arabia mengalami musim panas dan musim dingin. Pemahaman langsung dari masyarakat Arab atas al-masyriqaini dan al-maghribaini adalah dua tempat terbit Matahari dan dua tempat terbenamnya ialah tempat dan terbenam Matahari di waktu musim panas dan musim dingin.


Negeri yang tidak mempunyai musim panas dan musim dingin seperti Indonesia tetap dapat memaknai dua tempat terbit dan dua tempat terbenam dengan memperhatikan bayangan benda. Bayangan tubuh kita ternyata suatu waktu ada di sebelah selatan, di waktu yang lain ada di sebelah utara diri kita. Artinya, tempat terbit dan lintasan matahari ada dua yaitu di utara dan di selatan dari kebanyakan kita, demikian pula tempat terbenamnya. Bayangan benda memberi petunjuk pada posisi Matahari.
رَبِّكَ كَيْفَ مَدَّ الظِّلَّ وَلَوْ شَاءَ لَجَعَلَهُ سَاكِنًا ثُمَّ جَعَلْنَا الشَّمْسَ عَلَيْهِ دَلِيلًا
ثُمَّ قَبَضْنَاهُ إِلَيْنَا قَبْضًا يَسِيرًا
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu memanjangkan bayang-bayang dan kalau Dia menghendaki niscaya Dia jadikan bayang-bayang itu tetap, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu. )( Kemudian Kami menarik bayang-bayang itu kepada Kami dengan tarikan sedikit demi sedikit. (QS al-Furqan 25:45-46)
Dhillun ظلاّ naungan, bayangan; madda mengembangkan, memanjangkan; daliilun دليل dengan jamak taksir dalaail-adillah دلائل- أد لة dalil, alasan, petunjuk. Qabadla-yaqbidlu-qabdlan قبض- يقبض- قبضا menggenggam, mengambil; yasiirun يسير yang mudah, yang sedikit.
Madda adh-dhilla berarti memanjangkan bayangan, dan atas fenomena ini Matahari menjadi petunjuk bagi keberadaan bayangan tersebut. Cahaya Matahari sebagai penyebab bayangan dan posisi Matahari menentukan posisi bayangan suatu obyek. Sejak di pertengahan hari bayangan benda memanjang ke sebelah timur sampai akhirnya Matahari terbenam dan bayangan menghilang.
Dua timur dan dua barat juga dapat menuntun pada pemahaman bentuk Bumi bundar. Orang di A melihat B berada di sebelah baratnya, dan T di sebelah timurnya. Jika orang di A pergi ke arah barat maka suatu ketika sampai di B, dan jika terus bergerak ke barat maka suatu ketika sampai di T. Sebaliknya, orang di A yang bergerak ke arah timur suatu ketika sampai di T dan berikutnya di B. Jadi B adalah barat tetapi suatu ketika sebagai timur, sebaliknya T adalah timur tetapi bisa sebagai barat. Artinya, B adalah barat yang sekaligus timur sedangkan T adalah timur yang sekaligus barat. Terdapa dua timur dan dua barat di Bumi yang bundar.


Gambar 4 Timur-Barat di Bumi
Al-masyaariq dapat dipahami sebagai banyak tempat terbit, tepatnya mempunyai banyak tempat di antara dua tempat terbit di musim panas dan musim dingin. Matahari terbit dari arah timur tetapi tidak di satu tempat, selalu bergeser dari utara ke selatan kemudian dari selatan ke utara. Demikian yang kita lihat selama ini.


Gambar 5 Banyak Tempat Matahari Terbit
Pemahaman al-masyaariq sebagai banyak tempat tidak memberi kekhususan atas bentuk Bumi, dapat berlaku bagi bentuk bundar maupun datar. Tetapi pemahaman al-masyariq sebagai banyak waktu terbit tidak dapat dipahami jika Bumi berbentuk datar. Sebabnya, jarak Bumi-Matahari sangat jauh lebih besar dibanding jarak antar tempat di muka Bumi. Kenyataan ini dapat dirasakan jika seseorang mengendarai mobil ke arah timur atau barat di malam hari ketika ada Bulan purnama misalnya. Bulan terasa ikut bergerak searah dengan gerak mobil dan menyebabkan posisi relatif Bulan terhadap orang tersebut tidak berubah. Sudut posisi Bulan relatif terhadap mobil tidak berubah.
Jarak Matahari-Bumi serupa dengan jarak Bulan-Bumi, besar bahkan jauh lebih besar. Akibatnya, Matahari akan tampat dengan sudut sama dari berbagai tempat pada waktu yang sama. Jika satu daerah melihat matahari terbit maka daerah lain pun juga akan melihat hal yang sama. Orang di Jakarta akan mengalami matahari terbit pada waktu yang bersamaan dengan orang di Kairo. Artinya, hanya ada satu waktu matahari terbit, al-masyriq bukan al-masyaariq.


Gambar 6 Sinar Matahari pada Bumi Datar
Tetapi al-Quran menyebutkan al-masyaariq, banyak waktu terbit. Kenyataannya memang demikian, orang Jakarta mengalami Matahari terbit pada waktu yang berbeda dari orang di Kairo. Ketika orang Jakarta mengalami Matahari terbit, Kairo masih tengah malam. Sedangkan ketika Kairo mengalami Matahari terbit, Jakarta hampir tengah hari yang terang benderang. Artinya, al-masyaariq menuntun pada bentuk Bumi bundar seperti bola. Wallahua’lam
*) disampaikan pada Workshop Kurikulum Integratif Jurusan Fisika STAIN Batusangkar, Sumatra Barat, Rabu 19 Januari 2011.

3 komentar:

Saya Aulia Cahyo Syahrain mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Saya Aulia Cahyo Syahrain mengatakan...

Terima kasih pak Agus atas ilmunya, saya sangat senang sekali bisa berkenalan dengan pak agus, saya Aulia Cahyo Syahrain, lulusan Ilmu Komputer UGM 2010. Saya merasa di ingatkan dengan tulisan-tulisan pak agus tentang kelalaian kita terhadap ayat kauniyah. Saya juga percaya kalau kelalaian tentang hal ini terjadi di banyak kalangan. Saya sangat senang sekali jika bapak berkenan mengajarkan tentang ilmu-ilmu seperti ini, cara berpfikir tentang kehidupan, paradigma sains, dsb. walau di dunia maya. :D tulisan2 bapak saya tunggu... Salam kenal bapak Agus Purwanto, DSc

Unknown mengatakan...

Assalamu'laikum...
Pak Agus Terimakasih Banyak ya...
Alhamdulillah Ini bermanfaat...